Mengenal Tradisi Desa Ciliang Pangandaran, Batu Hiu Culture Festival, Tradisi Ruwat Jagat Sila Samparan

Sumber: Facebook (Andi Hermawan) (2023)

Pangandaran merupakan salah satu destinasi wisata yang tidak hanya memiliki keindahan alamnya saja, tetapi juga memiliki kekayaan budaya yang cukup beragam. Salah satu bentuk kekayaan budaya tersebut dapat ditemukan di Desa Ciliang, yaitu Batu Hiu Culture Festival –  Tradisi Ruwat Jagat Sila Samparan yang rutin dilaksanakan setiap tahun saat menjelang tahun baru Islam. Batu Hiu Culture Festival tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 25, 26 dan 27 Juni. 

Batu Hiu Culture Festival dan Tradisi Ruwat Jagat Sila Samparan merupakan kegiatan yang sama, yaitu hajat laut sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang di dapat dan dikemas dalam kegiatan Batu Hiu Culture Festival. Ruwat Jagat Sila Samparan memiliki makna dan filosofi yang dalam, terutama terkait hubungan manusia dengan alam, sesama, dan Sang Pencipta. Nama Ruwat Jagat memiliki arti merawat alam semesta atau jagat raya. Dan Sila Samparan artinya Sila = duduk; Samparan = alas datar. Jadi, maknanya semua orang duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, tanpa melihat status sosial, ini menekankan kebersamaan, kesetaraan, dan gotong royong.  

Seiring berjalannya waktu, nama Batu Hiu Culture Festival diberikan agar kegiatan ini dapat dikenal lebih luas, terutama untuk promosi pariwisata dan budaya ke tingkat nasional dan internasional. Menurut Ketua Pokdarwis Desa Ciliang, Jajat Sudrajat, penamaan dalam bahasa inggris ini didorong oleh saran dari pemerintah daerah saat itu yaitu Pak Jeje Wiradinata.  

Sumber: Facebook (Andi Hermawan) (2023)
Sumber: Facebook (Andi Hermawan) (2023)

Ruwat Jagat Sila Samparan dilaksanakan selama 3 hari yang terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu karnaval budaya dimana setiap RT mengirimkan perwakilannya sambil membawa dongdang, mulai dari Pantai Barat hingga perbatasan Bojong Salawe. 

Selain itu, terdapat juga acara acara Hiburan, lomba sasawangan atau layang layang tradisional, tabligh akbar, hingga prosesi adat seperti lengser, potong tumpeng, dan kegiatan sakral dengan mencampurkan seluruh air yang ada di Kabupaten Pangandaran sebagai air kahuripan (air kehidupan) yang dicampurkan di bambu dan kendi yang nantinya akan dilepas ke laut sebagai bentuk kebebasan. “Meskipun disebut sakral, namun dalam prosesinya tidak ada yang dipersembahkan kepada hal Ghaib, dimana makanan yang kami buat juga tetap kami makan bersama, dan kegiatan-kegiatannya sendiri memiliki  makna dalam atau filosofinya” tutur Jajat. Di Akhir, terdapat tradisi tari Ronggeng yang merupakan kesenian khas Pangandaran. 

Selain untuk mempromosikan tempat wisata, kegiatan ini juga memberikan dampak ekonomi yang besar dan mempunyai tujuan jangka panjang, “Harapannya wisatawan akan terus berdatangan bahkan sesudah acara ini selesai setiap tahunnya.” Ungkapnya. 

Sebagai kegiatan yang sudah dilaksanakan 9 kali, sejak tahun 2006, POKDARWIS Desa Ciliang juga berharap masyarakat muda selalu ikut andil dalam pelaksanaan Batu Hiu Culture Festival, karena sebagai bentuk pewarisan kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun.

Penulis : Laras Sita Noviyana & Anggun Indah Saraswati  (Adbis PSDKU Unpad Pangandaran)             © 2025                         

#JelajahWisataCiliang #DesaWisataPangandaran #CiliangPangandaran

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *